Minggu, 04 Mei 2014
Selasa, 29 April 2014
cara membuat tempe
Cara Membuat Tempe - Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang banyak dikonsumsi sebagai lauk nasi. Tak hanya murah harganya, tempe memiliki kandungan protein tinggi. Makanan berbahan dasar kedelai ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat, terutama masyarakat pedesaan. Ingin tahu cara membuat tempe?
Gambar:
Tempe yang dibungkus daun pisang (Credit: Sakurai Midori)
Teknik pembuatan tempe sudah lama
diterapkan oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa. Bermacam bahan
dasar bisa digunakan pada pembuatan tempe, namun yang populer dan banyak
dipakai adalah tempe yang dibuat dari bahan dasar kedelai.
Untuk mendapatkan tempe yang
memiliki kualitas baik, maka kedelai yang dipakai juga harus kedelai yang
memiliki kualitas baik dan tak tercampur dengan biji-bijian lainnya, seeprti
kancang hijau, jagung, dan lainnya. Di samping itu, proses pengolahan juga
harus dilakukan secara cermat. Pada dasarnya, proses pembuatan tempe merupakan
peroses menumbuhkan spora jamur tempe (Rhizopus sp.) pada biji kedelai.
Dalam proses pertumbuhannya, jamur
Rhizopus sp. membantuk benang-benang yang dinamakan benang hifa. Benang hifa
tersebut menyebabkan antar satu biji kedelai dengan biji kedelai lainnya
terikat, sehingga biji-biji kedelai tersebut membentuk massa kedelai yang
kompak. Massa kedelai inilah yang disebut tempe.
Dalam masa pertumbuhannya, Rhizopus
sp. menghasilkan enzim yang mampu menguraikan protein yang ada di dalam biji
kedelai, sehingga protein-protein yang terdapat dalam biji kedelai mudah
dicerna selama masa pertumbuhan jamur Rhizopus sp.. Selain jamur tersebut,
diperkirakan ada berbagai jenis mikroorganisme lainnya yang mungkit ikut campur
dalam pembuatan tempe, namun tak menunjukkan aktivitas yang nyata.
Tetapi, aktivitas nyata dari
mikroorganisme yang mungkin ikut campur akan tampak sesudah aktivitas
pertumbuhan jamur Rhizopus sp. melalui masa optimumnya, yaitu sesudah
terbentuknya spora-spora baru yang memiliki warna putih kehitaman. Hal ini bisa
diketahui, khususnya pada tempe yang didiamkan atau disimpan pada suhu kamar,
yaitu dengan munculnya bau amoniak. Kehadiran bau amoniak pada tempe
membuktikan bahwa tempe tersebut sudah mulai mengalami pembusukan. Bau amoniak
tersebut masih terasa meskipun tempe sudah dmasak, sehngga bisa menurunkan cita
rasa konsumen.
Oleh sebab itu, supaya didapatkan
hasil berupa tempe yang berkualitas baik dan tahan lama, maka kemurnian bibit
(inokulum) yang akan digunakan dan sanitasi perlu diperhatikan dalam proses
pembuatan tempe.
Cara Membuat Tempe
Alat dan Bahan
a. Alat
1. Baskom
2. Dandang
3. Saringan
4. Kipas/kipas angin
5. Kompor
6. Tampah
7. Sotel kayu
8. Peralatan lannya yang diperlukan
b. Bahan
1. Kacang kedelai
2. Ragi tempe atau biakan murni
Rhizopus sp.
3. Kantong plastik, atau daun
pisang, atau daun jati
Cara Pembuatan Tempe
1. Cuci ayakan, tampah, kipas dan
cukil yang akan digunakan, lalu dikeringkan.
2. Bersihkan kacang kedelai dari
bahan-bahan lainnya yang mungkin tercampur, lalu cuci sampai bersih.
3. Rendam kacang kedelai yang sudah
dicuci dalam waktu 12-18 jam dengan menggunakan air dingin biasa (proses ini
merupakan proses hidrasi supaya biji kedelai menyerap air sebanyak-banyaknya).
4. Lepaskan kulit biji kedelai yang
telah lunak, lalu bilas atau cuci dengan menggunakan air bersih.
5. Rebus / kukus biji kedelai hingga
empuk.
6. Setelh itu, tuangkan biji-biji
kedelai pada tampah yang sudah dibersihkan, kemudian diangin-anginkan dengan
menggunakan kipas / kipas angin sambil diaduk sampai biji-biji kedelai terasa
hangat. Lakukan penaburan ragi tempe yang sudah disiapkan sedikit demi sedikit
sambil diaduk agar merata (1,5 gram ragi tempe untuk 2 kg kedelai).
8. Sediakan kantong plastik, atau
daun jati, atau daun pisang sebagai pembungkus. Jika kantong plastik yang
dipakai untuk membungkus biji kedelai, buatlah lubang-lubang kecil pada kantong
plastik tersebut dengan menggunakan garpu atau lidi.
9. Proses fermentasi kacang kedelai
pada suhu kamar berlangsung selama 1 atau 2 hari atau sampai semua permukaan
kacang kedelai tertutupi oleh jamur.
Catatan:
1. Perhatikan kebersihan peralatan
kerja dan kebersihan tempat kerja guna meningkatkan mutu tempe yang dihasilkan.
2. Suhu ruangan yang lebih hangat
dapat mempercepat proses fermentasi jamur dalam proses pembuatan tempe.
Artikel cara membuat tempe
ini bersumber dari www.caramembuattempe.com dengan perubahan susunan
kata.
Fermentasi nata de coco
Proses Fermentasi Nata de Coco
Nata
De Coco merupakan jenis komponen minuman yang terdiri dari senyawa selulosa
(dietary fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi,
yang melibatkan jasad renik (mikroba), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit
nata. Untuk menghasilkan nata de coco yang bermutu baik, maka perlu
disediakan media yang dapat mendukung aktivitas Acetobacter xylinum untuk
memproduksi selulosa ekstra-seluler atau yang kemudian di sebut nata de coco.
Berbagai
penelitian ilmiah mencoba menggantikan air buah kelapa dengan bahan lain
seperti whey tahu, sari buah nenas, sari buah pisang dll. Kegiatan ilmiah ini
menghasilkan produk yang akrab disebut nata de soya, nata de pina dll. INACO
Nata de coco hanya menggunakan media Santan Kelapa (Coconut milk) yang
dikembangkan sendiri sehingga menghasilkan Nata de coco yang putih alami dan
berkualitas tinggi serta sehat.
Proses
terbentuknya nata: sel-sel Acetobacter Xylinum mengambil glukosa dari larutan
gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran
sel, kemudian keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi
selulosa diluar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah
GDP-glukosa. Pembentukan prekursor ini distimulir oleh adanya katalisator
seperti Ca2+, Mg2+. Prekursor ini kemudian mengalami polimerisasi dan berikatan
dengan aseptor membentuk selulosa.
Bibit nata sebenarnya merupakan golongan bakteri dengan nama Acetobacter xylinum. Dalam kehidupan jasad renik, bakteri dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu bakteri yang membahayakan, bakteri yang merugikan dan bekteri yang menguntungkan. Adapun yang termasuk dalam kelompok bakteri yang membahayakan antara lain adalah bakteri yang menghasilkan racun atau menyebabkan infeksi, sedangkan ternasuk dalam kelompok bakteri yang merugikan adalah bakteri pembusuk makanan. Sementara yang termasuk dalam kelompok bakteri yang menguntungkan adalah jenis bakteri yang dapat dimanfaatkan oleh manusia hingga menghasilkan produk yang berguna. Acetobacter xylinum merupakan salah satu contoh bakteri yang menguntungkan bagi manusia seperti halnya bakteri asam laktat pembentuk yoghurt, asinan dan lainnya.
Bibit nata sebenarnya merupakan golongan bakteri dengan nama Acetobacter xylinum. Dalam kehidupan jasad renik, bakteri dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu bakteri yang membahayakan, bakteri yang merugikan dan bekteri yang menguntungkan. Adapun yang termasuk dalam kelompok bakteri yang membahayakan antara lain adalah bakteri yang menghasilkan racun atau menyebabkan infeksi, sedangkan ternasuk dalam kelompok bakteri yang merugikan adalah bakteri pembusuk makanan. Sementara yang termasuk dalam kelompok bakteri yang menguntungkan adalah jenis bakteri yang dapat dimanfaatkan oleh manusia hingga menghasilkan produk yang berguna. Acetobacter xylinum merupakan salah satu contoh bakteri yang menguntungkan bagi manusia seperti halnya bakteri asam laktat pembentuk yoghurt, asinan dan lainnya.
Bakteri
Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa
yang sudah diperkaya dengan Karbon © dan Nitrogen (N), melalui proses yang
terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim
akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau
selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan
dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat
berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Nata
yang dihasilkan tentunya bisa beragam kualitasnya. Kualitas yang baik akan
terpenuhi apabila air kelapa yang digunakan memenuhi standar kualitas bahan
nata, dan prosesnya dikendalikan dengan cara yang benar berdasarkan pada
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum
yang digunakan. Apabila rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara optimal,
dan prosesnya terkontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi
nata tanpa meninggalkan residu sedikitpun. Oleh sebab itu, definisi nata
sebagai yang terapung di atas cairan setelah proses fermentasi selesai, tidak
berlaku lagi.
Air
kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak
optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan
oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam
asetat. Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai
suplemen pembuatan nata de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa,
sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa karbohidrat
sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis digunakan dan
paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata. Adapun dari segi
warna yang paling baik digunakan adalah sukrosa putih (gula rafinasi). S ukrosa
coklat akan mempengaruhi kenampakan nata sehingga kurang menarik.
Sumber
nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri
nata dapat berasal dari nitrogen organic, seperti misalnya protein dan ekstrak
yeast, maupun Nitrogen anorganik seperti misalnya ammonium fosfat, urea, dan
ammonium slfat. Namun, sumber nitrogen anorganik sangat murah seperti ammonium
sulfat & urea. Namun tentunya bukan merupakan bahan makanan alami.
Asam
asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman
air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam
asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat
keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak.
Selain asan asetat, asam-asam organic dan anorganik lain bias digunakan.
Seperti
halnya pembuatan beberapa makanan atau minuman hasil fermentasi, pembuatan nata
juga memerlukan bibit. Bibit tape biasa disebut ragi, bibit tempe disebut usar,
dan bibit nata de coco disebut starter nata. Bibit nata de coco merupakan
suspensi sel A. xylinum. Untuk dapat membuat bibit nata de coco seseorang perlu
mengetahui sifat-sifat dari bakteri ini.
Acetobacter
Xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2
mikron dan lebar , micron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini
bias membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat ninmotil dan
dengan pewarnaan Gram menunjukkan Gram negative.
Bakteri
ini tidaa membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda,
individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua
membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya.
Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk
lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase.
Bakteri
ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel alcohol, tidak
membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2
dan H2O. sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan
untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa
tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Factor lain yang dominant
mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan
nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen.
Bakteri
Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan
sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri
Acetobacter Xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase
adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase
pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase
kematian.
Apabila
bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan
beradaptasi terlebih dahulu. Pad a fase terjadi aktivitas metabolismedan
pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi
dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan
pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja.
Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan
enzim ektraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa
menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu
strain Acetobacter Xylinum dalam membentuk nata.
Fase
pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolic
yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua.
Pada fsae in pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih
lebih banyak disbanding jumlah sel mati.
Fase
pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati.
Matriks nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian
terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hampir habis. Setelah nutrisi habis,
maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat
mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi,
sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperature, dan
udara (oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal
dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak
digunakan adalah gula. Sumber nitrogen bisa berasal dari bahan anorganik
seperti ZA, urea, dsb. Tetapi bahan yang terbaik tentunya adalah bahan
alami dari medium yang disarankan adalah santan kelapa. Meskipun bakteri
Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh optimal
bila pH nya 4,3. sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter
Xylinum pada suhu 28 – 31 0 C. bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga
dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah
kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi.
source : http://inacofood.wordpress.com/2008/01/30/bakteri-nata-de-coco/
Sabtu, 26 April 2014
Pembuatan Sabun
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal.
Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari
pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
Sabun dibuat dengan reaksi penyabunan sebagai berikut:Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :
C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai
produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai
produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang
terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah
akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras.
Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut
menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun.
Bahan Baku: Minyak/Lemak
Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Jenis-jenis Minyak atau Lemak
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :- Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
- Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
- Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.
- Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
- Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
- Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
- Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
- Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
- Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
- Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
Bahan Baku: Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.- NaCl. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
- Bahan aditif. Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.
Langganan:
Postingan (Atom)